Laman

Sabtu, 31 Maret 2012

BERANDA

Assalamu'alaikum.Wr.Wb....
Salam Matematika....
Salam kenal untuk pembaca....
Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan tugas membuat blog ini.
Semoga blog ini bisa bermanfaat bagi pembaca, walaupun blog ini masih jauh dari sempurna, karena saya sendiri baru belajar, tapi saya harap blog ini daat bermanfaat bagi anda sekalian yang membacanya...
Masukan dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan di masa mendatang. Semoga materi yang sederhana dan singkat ini dapat menjadi salah satu sumber referensi untuk mata kuliah Filsafat Matematika dan sudah barang tentu harus ditambah dengan referensi-referensi lainnya untuk menambah pemahaman dan wawasan yang lebih luas lagi tentunya....
Terimakasih .....!!!
Salam Matematika
Wassalamualaikum.Wr.Wb...

Aliran Filsafat

Aliran Filsafat

 
 
 
 
 
 
i
 
Rate This
Quantcast
Dalam filsafat pendidikan modern dikenal beberapa aliran, antara lain progresivisme, esensialisme, perenialisme, dan rekonstruksionisme.
1. Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan (Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)
Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges Santayana.
Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
Ciri Progresivisme : (a) Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik. (b) Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut. (c) Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup. (d) Pendidikan dipandang sebagai suatu proses. (e) Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai. (f) Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi. (g) Bercorak student-centered. (h) Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan. (i) Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.

2. Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah buikanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan filosof , menerangkan tentang hakikat social dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Ciri Esensialisme : (a) Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya. (b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional. (c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik. (d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks. (e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien. (f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri. (g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.
3. Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepadaperkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik kea rah kematangan. Matang dalam arti hiodup akalnya. Jadi, akl inilah yang perlu mendapat tuntunan kea rah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
(1) Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional. (2) Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Ciri Rekonstruksionisme : (a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan. (b) Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist. (c) Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan. (d) Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan. (e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya. (f) Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).
5. Aliran Eksistensialisme
(a) Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang merdeka dan otentik. (b) Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan kualitas-kualitas abstraknya. (c) Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi, menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat dalam kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya. (d) Individu seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah. (e) Menekankan pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun murid. (f) Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana siswa bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
6. Aliran Behavioral Engineering (Rekayasa Perilaku)
(a) Kehendak bebas adalah ilusi (Free-will is illusory). (b) Percaya bahwa sikap manusia kebanyakan merefleksikan tingkah laku dan tindakan yang terkondisikan oleh lingkungan. (c) Memakai metode pengkondisian sebagai cara untuk mengarahkan sikap manusia. (d) Pendidik perlu membangun suatu lingkungan pendidikan dimana individu didorong melalui ganjaran dan hukuman untuk kebaikan mereka dan orang lain.
Sejarah teori bilangan
Pada mulanya di zaman purbakala banyak bangsa-bangsa yang bermukim sepanjang sungai-sungai besar. Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil di Afrika, bangsa Babilonia sepanjang sungai Tigris dan Eufrat, bangsa Hindu sepanjang sungai Indus dan Gangga, bangsa Cina sepanjang sungai Huang Ho dan Yang Tze. Bangsa-bangsa itu memerlukan keterampilan untuk mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi untuk mengolah tanah sepanjang sungai menjadi daerah pertanian untuk itu diperlukan pengetahuan praktis, yaitu pengetahuan teknik dan matematika bersama-sama.
Sejarah menunjukkan bahwa permulaan Matematika berasal dari bangsa yang bermukim sepanjang aliran sungai tersebut. Mereka memerlukan perhitungan, penanggalan yang bisa dipakai sesuai dengan perubahan musim. Diperlukan alat-alat pengukur untuk mengukur persil-persil tanah yang dimiliki. Peningkatan peradaban memerlukan cara menilai kegiatan perdagangan, keuangan dan pemungutan pajak. Untuk keperluan praktis itu diperlukan bilangan-bilangan.

Filsafat Matematika dan Sejarah Matematika

Sejarah Matematika

 
 
 
 
 
 
i
 
Rate This
Quantcast
Pendahuluan

Pada zaman ini, angka merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Contohnya, tanggal pada kalender, nilai nominal pada uang, dan banyak lagi. Bisakah anda bayangkan bagaimana dunia bila tidak ada angka? Pasti segala sesuatu akan menjadi sangat berantakan dan tidak teratur. Tapi, bagaimanakah sebenarnya sejarah munculnya angka tersebut? Apakah sebenarnya yang disebut angka atau bilangan? Siapa saja tokoh-tokoh dalam sejarah yang berpengaruh dalam ilmu matematika? Semua pertanyaan di atas akan saya coba jelaskan padaArtikel  ini.

Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικάmathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.
Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika seperti bilangan dan titik hadir secara alami, atau hanyalah buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai “ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting”. Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa “sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan.”
Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan benda-benda fisika. Matematika praktis telah menjadi kegiatan manusia sejak adanya rekaman tertulis. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam karya Euklides, Elemen.
Matematika selalu berkembang, misalnya di Cina pada tahun 300 SM, di India pada tahun 100 M, dan di Arab pada tahun 800 M, hingga zaman Renaisans, ketika temuan baru matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru yang mengarah pada peningkatan yang cepat di dalam laju penemuan matematika yang berlanjut hingga kini.
Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru, seperti statistika dan teori permainan.
Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.
Etimologi
Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi “pengkajian matematika”, bahkan demikian juga pada zaman kuno. Kata sifatnya adalah μαθηματικός (mathēmatikós), berkaitan dengan pengkajian, atau tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara khusus, μαθηματικὴ τέχνη (mathēmatikḗ tékhnē), di dalam bahasa Latin ars mathematica, berarti seni matematika.
Bentuk jamak sering dipakai di dalam bahasa Inggris, seperti juga di dalam bahasa Perancis les mathématiques (dan jarang digunakan sebagai turunan bentuk tunggal la mathématique), merujuk pada bentuk jamak bahasa Latin yang cenderung netral mathematica (Cicero), berdasarkan bentuk jamak bahasa Yunani τα μαθηματικά (ta mathēmatiká), yang dipakai Aristotle, yang terjemahan kasarnya berarti “segala hal yang matematis”. Tetapi, di dalam bahasa Inggris, kata benda mathematics mengambil bentuk tunggal bila dipakai sebagai kata kerja. Di dalam ragam percakapan, matematika kerap kali disingkat sebagai math di Amerika Utara dan maths di tempat lain.
Matematika muncul pada saat dihadapinya masalah-masalah yang rumit yang melibatkan kuantitas, struktur, ruang, atau perubahan. Mulanya masalah-masalah itu dijumpai di dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan kemudian astronomi; kini, semua ilmu pengetahuan menganjurkan masalah-masalah yang dikaji oleh para matematikawan, dan banyak masalah yang muncul di dalam matematika itu sendiri. Misalnya, seorang fisikawan Richard Feynman menemukan rumus integral lintasan mekanika kuantum menggunakan paduan nalar matematika dan wawasan fisika, dan teori dawai masa kini, teori ilmiah yang masih berkembang yang berupaya membersatukan empat gaya dasar alami, terus saja mengilhami matematika baru.
Beberapa matematika hanya bersesuaian di dalam wilayah yang mengilhaminya, dan diterapkan untuk memecahkan masalah lanjutan di wilayah itu. Tetapi seringkali matematika diilhami oleh bukti-bukti di satu wilayah ternyata bermanfaat juga di banyak wilayah lainnya, dan menggabungkan persediaan umum konsep-konsep matematika. Fakta yang menakjubkan bahwa matematika “paling murni” sering beralih menjadi memiliki terapan praktis adalah apa yang Eugene Wigner memanggilnya sebagai “Ketidakefektifan Matematika tak ternalar di dalam Ilmu Pengetahuan Alam“.
Seperti di sebagian besar wilayah pengkajian, ledakan pengetahuan di zaman ilmiah telah mengarah pada pengkhususan di dalam matematika. Satu perbedaan utama adalah di antara matematika murni dan matematika terapan: sebagian besar matematikawan memusatkan penelitian mereka hanya pada satu wilayah ini, dan kadang-kadang pilihan ini dibuat sedini perkuliahan program sarjana mereka. Beberapa wilayah matematika terapan telah digabungkan dengan tradisi-tradisi yang bersesuaian di luar matematika dan menjadi disiplin yang memiliki hak tersendiri, termasuk statistika, riset operasi, dan ilmu komputer.
Mereka yang berminat kepada matematika seringkali menjumpai suatu aspek estetika tertentu di banyak matematika. Banyak matematikawan berbicara tentang keanggunan matematika, estetika yang tersirat, dan keindahan dari dalamnya. Kesederhanaan dan keumumannya dihargai. Terdapat keindahan di dalam kesederhanaan dan keanggunan bukti yang diberikan, semisal bukti Euclid yakni bahwa terdapat tak-terhingga banyaknya bilangan prima, dan di dalam metode numerik yang anggun bahwa perhitungan laju, yakni transformasi Fourier cepat. G. H. Hardy di dalam A Mathematician’s Apology mengungkapkan keyakinan bahwa penganggapan estetika ini, di dalamnya sendiri, cukup untuk mendukung pengkajian matematika murni.
Para matematikawan sering bekerja keras menemukan bukti teorema yang anggun secara khusus, pencarian Paul Erdős sering berkutat pada sejenis pencarian akar dari “Alkitab” di mana Tuhan telah menuliskan bukti-bukti kesukaannya. Kepopularan matematika rekreasi adalah isyarat lain bahwa kegembiraan banyak dijumpai ketika seseorang mampu memecahkan soal-soal matematika.
Sebagian besar notasi matematika yang digunakan saat ini tidaklah ditemukan hingga abad ke-16. Pada abad ke-18, Euler bertanggung jawab atas banyak notasi yang digunakan saat ini. Notasi modern membuat matematika lebih mudah bagi para profesional, tetapi para pemula sering menemukannya sebagai sesuatu yang mengerikan. Terjadi pemadatan yang amat sangat: sedikit lambang berisi informasi yang kaya. Seperti notasi musik, notasi matematika modern memiliki tata kalimat yang kaku dan menyandikan informasi yang barangkali sukar bila dituliskan menurut cara lain.
Bahasa matematika dapat juga terkesan sukar bagi para pemula. Kata-kata seperti atau dan hanya memiliki arti yang lebih presisi daripada di dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, kata-kata semisal terbuka dan lapangan memberikan arti khusus matematika. Jargon matematika termasuk istilah-istilah teknis semisal homomorfisme dan terintegralkan. Tetapi ada alasan untuk notasi khusus dan jargon teknis ini: matematika memerlukan presisi yang lebih dari sekadar percakapan sehari-hari. Para matematikawan menyebut presisi bahasa dan logika ini sebagai “kaku” (rigor).
 Lambang ketakhinggaan di dalam beberapa gaya sajian.
Kaku secara mendasar adalah tentang bukti matematika. Para matematikawan ingin teorema mereka mengikuti aksioma-aksioma dengan maksud penalaran yang sistematik. Ini untuk mencegah “teorema” yang salah ambil, didasarkan pada praduga kegagalan, di mana banyak contoh pernah muncul di dalam sejarah subjek ini. Tingkat kekakuan diharapkan di dalam matematika selalu berubah-ubah sepanjang waktu: bangsa Yunani menginginkan dalil yang terperinci, namun pada saat itu metode yang digunakan Isaac Newton kuranglah kaku. Masalah yang melekat pada definisi-definisi yang digunakan Newton akan mengarah kepada munculnya analisis saksama dan bukti formal pada abad ke-19. Kini, para matematikawan masih terus beradu argumentasi tentang bukti berbantuan-komputer. Karena perhitungan besar sangatlah sukar diperiksa, bukti-bukti itu mungkin saja tidak cukup kaku.
Aksioma menurut pemikiran tradisional adalah “kebenaran yang menjadi bukti dengan sendirinya”, tetapi konsep ini memicu persoalan. Pada tingkatan formal, sebuah aksioma hanyalah seutas dawai lambang, yang hanya memiliki makna tersirat di dalam konteks semua rumus yang terturunkan dari suatu sistem aksioma. Inilah tujuan program Hilbert untuk meletakkan semua matematika pada sebuah basis aksioma yang kokoh, tetapi menurut Teorema ketaklengkapan Gödel tiap-tiap sistem aksioma (yang cukup kuat) memiliki rumus-rumus yang tidak dapat ditentukan; dan oleh karena itulah suatu aksiomatisasi terakhir di dalam matematika adalah mustahil. Meski demikian, matematika sering dibayangkan (di dalam konteks formal) tidak lain kecuali teori himpunan di beberapa aksiomatisasi, dengan pengertian bahwa tiap-tiap pernyataan atau bukti matematika dapat dikemas ke dalam rumus-rumus teori himpunan.
matematika sebagai “Ratunya Ilmu Pengetahuan”.
Carl Friedrich Gauss mengatakan matematika sebagai “Ratunya Ilmu Pengetahuan”. Di dalam bahasa aslinya, Latin Regina Scientiarum, juga di dalam bahasa Jerman Königin der Wissenschaften, kata yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan berarti (lapangan) pengetahuan. Jelas, inipun arti asli di dalam bahasa Inggris, dan tiada keraguan bahwa matematika di dalam konteks ini adalah sebuah ilmu pengetahuan. Pengkhususan yang mempersempit makna menjadi ilmu pengetahuan alam adalah di masa terkemudian. Bila seseorang memandang ilmu pengetahuan hanya terbatas pada dunia fisika, maka matematika, atau sekurang-kurangnya matematika murni, bukanlah ilmu pengetahuan.
Albert Einstein menyatakan bahwa “sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, maka mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan.
Banyak filsuf yakin bahwa matematika tidaklah terpalsukan berdasarkan percobaan, dan dengan demikian bukanlah ilmu pengetahuan per definisi Karl Popper. Tetapi, di dalam karya penting tahun 1930-an tentang logika matematika menunjukkan bahwa matematika tidak bisa direduksi menjadi logika, dan Karl Popper menyimpulkan bahwa “sebagian besar teori matematika, seperti halnya fisika dan biologi, adalah hipotetis-deduktif: oleh karena itu matematika menjadi lebih dekat ke ilmu pengetahuan alam yang hipotesis-hipotesisnya adalah konjektur (dugaan), lebih daripada sebagai hal yang baru.” Para bijak bestari lainnya, sebut saja Imre Lakatos, telah menerapkan satu versi pemalsuan kepada matematika itu sendiri.
Sebuah tinjauan alternatif adalah bahwa lapangan-lapangan ilmiah tertentu (misalnya fisika teoretis) adalah matematika dengan aksioma-aksioma yang ditujukan sedemikian sehingga bersesuaian dengan kenyataan. Faktanya, seorang fisikawan teoretis, J. M. Ziman, mengajukan pendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan umum dan dengan demikian matematika termasuk di dalamnya. Di beberapa kasus, matematika banyak saling berbagi dengan ilmu pengetahuan fisika, sebut saja penggalian dampak-dampak logis dari beberapa anggapan. Intuisi dan percobaan juga berperan penting di dalam perumusan konjektur-konjektur, baik itu di matematika, maupun di ilmu-ilmu pengetahuan (lainnya).
Matematika percobaan terus bertumbuh kembang, mengingat kepentingannya di dalam matematika, kemudian komputasi dan simulasi memainkan peran yang semakin menguat, baik itu di ilmu pengetahuan, maupun di matematika, melemahkan objeksi yang mana matematika tidak menggunakan metode ilmiah. Di dalam bukunya yang diterbitkan pada 2002 A New Kind of Science, Stephen Wolfram berdalil bahwa matematika komputasi pantas untuk digali secara empirik sebagai lapangan ilmiah di dalam haknya/kebenarannya sendiri.
Pendapat-pendapat para matematikawan terhadap hal ini adalah beraneka macam. Banyak matematikawan merasa bahwa untuk menyebut wilayah mereka sebagai ilmu pengetahuan sama saja dengan menurunkan kadar kepentingan sisi estetikanya, dan sejarahnya di dalam tujuh seni liberal tradisional; yang lainnya merasa bahwa pengabaian pranala ini terhadap ilmu pengetahuan sama saja dengan memutar-mutar mata yang buta terhadap fakta bahwa antarmuka antara matematika dan penerapannya di dalam ilmu pengetahuan dan rekayasa telah mengemudikan banyak pengembangan di dalam matematika.
Satu jalan yang dimainkan oleh perbedaan sudut pandang ini adalah di dalam perbincangan filsafat apakah matematika diciptakan (seperti di dalam seni) atau ditemukan (seperti di dalam ilmu pengetahuan). Adalah wajar bagi universitas bila dibagi ke dalam bagian-bagian yang menyertakan departemen Ilmu Pengetahuan dan Matematika, ini menunjukkan bahwa lapangan-lapangan itu dipandang bersekutu tetapi mereka tidak seperti dua sisi keping uang logam. Pada tataran praktisnya, para matematikawan biasanya dikelompokkan bersama-sama para ilmuwan pada tingkatan kasar, tetapi dipisahkan pada tingkatan akhir. Ini adalah salah satu dari banyak perkara yang diperhatikan di dalam filsafat matematika.
Penghargaan matematika umumnya dipelihara supaya tetap terpisah dari kesetaraannya dengan ilmu pengetahuan. Penghargaan yang adiluhung di dalam matematika adalah Fields Medal (medali lapangan), dimulakan pada 1936 dan kini diselenggarakan tiap empat tahunan. Penghargaan ini sering dianggap setara dengan Hadiah Nobel ilmu pengetahuan.
Wolf Prize in Mathematics, dilembagakan pada 1978, mengakui masa prestasi, dan penghargaan internasional utama lainnya, Hadiah Abel, diperkenalkan pada 2003. Ini dianugerahkan bagi ruas khusus karya, dapat berupa pembaharuan, atau penyelesaian masalah yang terkemuka di dalam lapangan yang mapan.
Sebuah daftar terkenal berisikan 23 masalah terbuka, yang disebut “masalah Hilbert“, dihimpun pada 1900 oleh matematikawan Jerman David Hilbert. Daftar ini meraih persulangan yang besar di antara para matematikawan, dan paling sedikit sembilan dari masalah-masalah itu kini terpecahkan.
Bidang-bidang matematika
Sebuah sempoa, alat hitung sederhana yang dipakai sejak zaman kuno.
Disiplin-disiplin utama di dalam matematika pertama muncul karena kebutuhan akan perhitungan di dalam perdagangan, untuk memahami hubungan antar bilangan, untuk mengukur tanah, dan untuk meramal peristiwa astronomi. Empat kebutuhan ini secara kasar dapat dikaitkan dengan pembagian-pembagian kasar matematika ke dalam pengkajian besaran, struktur, ruang, dan perubahan (yakni aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis). Selain pokok bahasan itu, juga terdapat pembagian-pembagian yang dipersembahkan untuk pranala-pranala penggalian dari jantung matematika ke lapangan-lapangan lain: ke logika, ke teori himpunan (dasar), ke matematika empirik dari aneka macam ilmu pengetahuan (matematika terapan), dan yang lebih baru adalah ke pengkajian kaku akan ketakpastian.